Gelar Sarjana: Jalan Menuju Masa Depan Cerah atau Sekadar Tren?

Gelar Sarjana: Jalan Menuju Masa Depan Cerah atau Sekadar Tren?

Sebati.id – Memperingati Hari Sarjana Nasional, kita diajak untuk mengenang Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak dari pahlawan emansipasi wanita RA Kartini. Sosok Kartono, yang pertama kali meraih gelar sarjana di Indonesia pada tahun 1899, menginspirasi kita untuk merenungkan pentingnya pendidikan tinggi.

Kartono, yang dikenal haus akan ilmu pengetahuan, menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah di Indonesia. Kehebatannya ini membuat Kemendikbudristek menetapkan tanggal kelahirannya, 29 September, sebagai Hari Sarjana Nasional sejak 2014.

Gelar Sarjana: Jalan Menuju Masa Depan Cerah atau Sekadar Tren?
Gambar Istimewa : img.antaranews.com

Di era kecerdasan buatan, bagaimana anak muda saat ini memandang pentingnya pendidikan tinggi? Data BPS tahun 2020 menunjukkan bahwa hanya 9,78 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang memiliki gelar sarjana. Angka ini tergolong kecil, dan bukan hanya karena faktor ekonomi.

Banyak program beasiswa tersedia, seperti LPDP, KIP Kuliah, dan pendidikan kedinasan. Perusahaan swasta pun ikut berkontribusi dengan program beasiswa mereka. Jalan menuju kampus terbuka lebar bagi mereka yang gigih.

Namun, gelar sarjana bukan hanya sekadar status. Ia merupakan bukti kualifikasi dan kompetensi di bidang tertentu. Di dunia kerja, sarjana menjadi tenaga ahli dan profesional. Bagi yang ingin berbisnis, gelar sarjana membantu mereka mengembangkan inovasi dan kreativitas berbasis pengetahuan.

Pertanyaannya, apakah gelar sarjana masih relevan di era digital? Bagaimana peran sarjana dalam menghadapi tantangan masa depan? Apakah gelar sarjana hanya tren atau memang jalan menuju masa depan yang cerah?

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Tags:

Ikuti kami :

Tinggalkan komentar